Di tengah kesibukannya Helmy yahya masih menyempatkan diri menulis novel. Triwarsana perusahaan yang kini ditanganinya mungkin adalah Production House tersibuk di Indonesia, akhir tahun ini saja mereka akan menangani 30 program acara televisi.
Tampaknya sulit mencari orang yang tidak mengenal Helmy Yahya. Tokoh pengusaha muda yang akrab dengan dunia hiburan televisi, se-abreg aktivitas kini ditekuninya. Namun kalau boleh memilih antara menjadi seorang entertainer, pembawa acara (MC), dosen, manajer, artis, penyanyi atau menjadi seorang pengusaha, Helmy yahya lebih suka jika orang mengenalnya sebagai seorang pengusaha. Karena menurutnya ter-cebur-nya ia ke dunia entertainment hanyalah sebuah kebetulan semata. Di tengah kesibukannya Helmy masih tercatat sebagai Dosen STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara) untuk mata kuliah Pemasaran, Teori Akuntansi, dan Etika Bisnis, pastilah menyenangkan menjadi salah seorang mahasiswanya. Menjadi dosen adalah salah satu komitmennya yang akan terus ia lakoni, “Saya berasal dari dunia kampus, jadi saya tidak akan meninggalkannya,” ujarnya.
Semua berawal dari sebuah pertunjukan musik di STAN, Helmy saat itu bersama teman-temannya mengundang Ireng Maulana. Tampaknya Ireng Maulana sangat terkesan dengan gaya Helmy memanajemeni pertunjukan tersebut, kebetulan saat itu Ireng Maulana All Stars adalah band pengisi acara “Berpacu Dalam Melodi” yang diasuh oleh Master of Quiz Indonesia Ibu Ani Sumadi. Sejurus kemudian Helmy telah bergabung dengan Ani Sumadi Production, sepuluh tahun lamanya (kurun waktu 1989-1999) ia menimba ilmu dari Ibu Ani Sumadi, merasa dirinya harus lebih berkembang maka pada tahun 1999 ia memutuskan keluar dari Ani Sumadi Production, dan langsung mengibarkan bendera Joshua Enterprise dan Helmy Yahya Production House, keduanya kemudian dilebur dalam satu wadah Triwarsana yang merupakan perusahaan patungan antara Helmy Yahya, Joddy Suherman (ayah Joshua-red) dan Liem Sio Bok.
Redaksi Manajemen berhasil mewawancarai Helmy Yahnya, setelah pengambilan gambar Kuis Siapa Berani. Wawancara berlangsung di dalam mobil pribadinya, karena satu jam kemudian ia harus menghadiri pertemuan dengan kliennya. Helmy memilih duduk di bangku depan, seolah ia tidak ingin tampak seperti seorang bos yang duduk di kursi belakang, dan tidak akan masuk ke mobil sebelum sang sopir membukakan pintu untuknya. Mobilnya sarat dengan tumpukan buku, sebakul penuh oleh-oleh dari kota kembang buah tangan peserta Kuis Siapa Berani. Di dalam mobil juga ada Reinhard Tawas wakil Helmy di Triwarsasa yang dulu pernah dikenal sebagai komentator NBA Games di SCTV. Selanjutnya wawancara mengalir, dan Helmy yahya pun bertutur tentang perjalanan suksesnya.
Saya tidak pernah memimpikan keberhasilan ini, karena saya memimpikannya lebih berhasil dari ini, ha…ha..ha… Tidak, saya tidak pernah bermimpi, saya pikir hidup saya akan menjadi seorang professional seperti dokter atau insinyur, saya tidak pernah bermimpi untuk menjadi seorang entertainer atau memiliki perusahaan. Saya Cuma bermimpi untuk menjadi kaya. Cita-cita saya sebelumnya adalah menjadi seorang dokter, namun anehnya saya tidak pernah menempuh pendidikan yang seharusnya ditempuh untuk menjadi seorang dokter. Saya malah memilih akuntansi, karena pada saat itu saya harus mencari sekolah yang ‘gratis’ karena saya yakin kedua orang tua saya tidak akan pernah mampu membiayai sekolah saya. Oleh karena itu saya keluar dari IPB dan masuk STAN.
Saya menyikapi anggapan orang yang menganggap saya sekarang lebih tinggi dari kakak kandung saya Tantowi Yahya secara biasa-biasa saja, saya akui saya banyak belajar darinya. Kami sama-sama memulai dari nol, jadi saya pikir kita sama-sama mensyukuri apa-apa yang telah kami dapatkan. Sekarang mungkin saya sedikit lebih unggul dari Tanto, mungkin lain waktu kembali Tanto yang lebih unggul, bagi saya nggak ada masalah, wong bersaing dengan orang lain saja saya tidak ada masalah apalagi dengan kakak sendiri.
Saya bersyukur kepada kedua orang tua saya yang memungkinkan saya untuk meraih semua ini, ayah saya sudah meninggal dan ibu saya sudah tua dan sekarang sering sakit-sakitan. Kedua saya juga ingin mengucapkan terimakasih kepada istri saya tercinta, Harfansi Yahya, tanpa dukungan darinya saya tidak akan menjadi seperti sekarang, juga kepada ketiga anak saya.
Saya tidak pernah membuat pentahapan dalam mencapai apa yang kini saya dapatkan, saya bukan orang yang begitu rigid dan menyusun planning, filosofi saya mengalir saja, yang penting saya berusaha untuk jalan terus, saya berusaha agar setiap hari ada sesuatu yang bertambah. Namun demikian saya tidak pernah terkejut dengan apa yang saya dapatkan, karena apa yang saya dapatkan adalah hasil dari sebuah proses, jadi saya tidak pernah mengenal apa yang dikatakan orang “aji mumpung” atau mendapatkan sesuatu dari sebuah ketidak sengajaan. Walaupun menurut saya Kuis “Siapa Berani” itu merupakan sebuah serendipity, sebuah kebetulan yang kemudian menjadi sesuatu yang sangat luar biasa.
Masa-masa ketika saya hanya menjadi dosen di STAN dengan gaji yang sangat terbatas, dengan tiga orang anak adalah masa-masa yang sulit dalam perjalanan karir saya, saat-saat seperti inilah saya mendapatkan pelajaran kehidupan. Masa kecil saya sangat memprihatinkan, saya tidak pernah minum susu, tidak pernah mengenal sabun mandi, tidak pernah mengenal shampoo, baju pun seadanya, celana saya hanya dua hingga tiga potong saja, seringkali saya bermain dengan bertelanjang dada, tidak ada yang istimewa, saya lebih banyak belajar di jalanan. Itu juga yang dialami oleh keempat saudara saya yang lainnya termasuk Tanto, kehidupan yang sangat memprihatinkan inilah yang kemudian memotivasi kami untuk menggapai kesuksesan. Ayah kami senantiasa mengatakan, “Jangan keduluan gaya daripada penghasilan.” Jadi sebelum berhasil jangan gaya-gayaan dulu namun jika sudah sukses mau gaya apapun silakan saja. Satu lagi yang saya ingat, kedua orang tua kami adalah orang tua yang tidak dengan mudah akan memenuhi apa yang kami minta, mereka baru mau memberikan sesuatu, setelah kami anak-anaknya melakukan sesuatu untuk mendapatkannya. Kenyataannya pahit di masa lalu inilah yang kemudian menjadi semacam bekal untuk menghadapi keadaan sesulit apapun, dan saya selalu mengatakan apa yang saja dapatkan sekarang adalah akumulasi dari kerja keras dan keprihatinan yang telah saya lalui selama ini.
Dari setiap kegagalan saya selalu dapat menarik pelajaran darinya, seperti ketika banyak orang yang mengatakan Film “Joshua oh Joshua” gagal, namun menurut saya tidak. Karena ternyata ketika film itu ditayangkan di televisi pada malam tahun baru ratingnya 17, dan itu adalah rating tertinggi, lebih tinggi dari acara yang dikemas secara khusus dengan biaya yang tinggi pada malam yang sama. Produser film Joshua oh Joshua masih kerap menghubungi kami, namun kami sendiri yang merasa kapok’ . Karena kita harus tahu diri, karena di film terlalu banyak menyita waktu. Dan pada awalnya ketika kami menggarap film itu tak lain sebagai bentuk apresiasi kami kepada perfilman nasional, itu saja.
Saya selalu bersiap diri untuk mengantisipasi kegagalan, bersiap diri untuk menghindari kegagalan. Misalnya saya ditunjuk untuk membawakan acara yang sama sekali baru bagi saya, tentunya akan menyebabkan rasa nervous, dan untuk menghilangkan rasa itu saya mempersiapkan diri. Contoh lainnya ketika saya beberapa saat yang lalu ditantang oleh Renny Jayusman untuk menyanyikan lagu-lagu rock di Hard Rock Café, jujur saya akui ini adalah sesuatu yang baru bagi saya, dan jika selama ini saya kerap menantang orang di Kuis Siapa Berani, lalu mengapa saya harus mundur jika saya mendapatkan tantangan. Saat itu ada rasa takut di diri saya jika saya akan gagal. Bahkan Tanto marah besar kepada saya ketika saya menerima tantangan itu, bagi Tanto buat apa saya mempertaruhkan reputasi saya untuk hal yang menurut Tanto tidak patut untuk dilaksanakan. Menurut saya satu-satunya menjawab tantangan itu adalah dengan mempersiapkan diri, bukan malah lari, dan Alhamdulillah saya berhasil, setelah pertunjukan itu saya berhasil mendapatkan kontrak, saya langsung kontrak untuk rekaman, saya juga mendapatkan kontrak untuk sebuah acara musik di televisi.
Kita membutuhkan tantangan untuk membuat diri kita menjadi lebih baik, dan jika Anda dihadapkan pada sebuah tantangan jangan mengelak dari tantangan itu, namun cobalah sekeras mungkin untuk menjawab tantangan itu, belajar dan berlatihlah secara terus menerus, dan ini yang saya lakukan.
Jika Tanto dikenal pertama kali lewat Kuis Gita Remaja, maka saya dikenal oleh khalayak luas lewat Kuis Siapa Berani, walaupun sebelumnya saya juga telah terlibat dalam banyak acara olahraga seperti NBA Games. Pengalaman saya membawa acara olahraga juga menarik, karena di sana saya bersama dengan Agus Maulo dan Reinhard Tawas seperti membawa genre baru. Karena kami membawakan acara olahraga tersebut dengan emosi yang baru, kami biasa berteriak, atau melakukan hal lainnya yang tidak pernah kita temui pada acara serupa di waktu-waktu sebelumnya. Saya juga sempat mendapatkan kritik, karena saya berbicara dengan speed yang tidak wajar, namun saya bilang kepada mereka inilah sport, inilah basket ball semuanya berlangsung cepat. Dan Anda lihat sekarang hampir semua pembawa acara olahraga telah berubah, saya senang jika saya bisa membawa sebuah perubahan.
Saya juga butuh sekali tim yang baik untuk mendukung karir saya dan tentunya untuk kepentingan Triwarsana. Saat ini Triwarsana telah menangani 17 program acara televisi, dan di akhir tahun nanti Insya ALLAH akan menjadi 30 program acara. Karena bagi kami melakukan semua ini adalah tuntutan agar kami dapat terus berkembang, dan saya tidak pernah ambil pusing jika ada orang yang kemudian menganggap saya greedy. Tim saya kini berjumlah 70-an orang. Anda bayangkan setiap program setidaknya harus ditangani oleh 5-6 orang, ini artinya tim saya telah bekerja dengan baik. Alhamdulillah saya tidak pernah dibuat pusing atau frustasi memikirkan segala sesuatunya agar dapat berjalan seperti yang kami harapkan, karena saya percaya tim saya sangat mengetahui apa yang mereka lakukan. Kepercayaan adalah kata kuncinya, dan saya bersyukur seluruh tim saya adalah anak-anak muda yang dapat dipercaya, dan mereka bekerja selama 24 jam, mereka juga melakukan hal ini dengan hati yang tulus, mungkin saya telah menginspirasi mereka. Uniknya tidak ada satu pun dari anggota tim saya yang berlatar belakang dunia broadcast, termasuk saya yang berasal dari disiplin ilmu akuntansi, namun karena kita telah komitmen untuk terus belajar maka kami sebagai team work dapat dikatakan berhasil. Tidak berlebihan jika kemudian saya mengatakan, “Jika Anda ingin menyaksikan secara langsung the magic of team work lihatlah bagaimanana kami bekerja.”
Saya baru bisa tidur jam 12 malam. Biasanya saya menyempatkan diri untuk berenang sebentar antara 10 hingga 15 menit, bagi saya saat seperti ini adalah saat saya dapat melakukan relaksasi, sehingga kepenatan seharian bisa saya tuntaskan. Setelah itu saya lanjutkan dengan membaca buku. Aktivitas saja buka dengan melaksanakan Shalat Subuh. Jam 8 pagi saya harus sudah berada di Indosiar untuk Kuis Siapa Berani. Anda bayangkan dengan 17 program acara, kadang saya harus menyusun waktu sedemikian rupa agar saya bisa menyaksikan proses pengambilan gambar dari ke-17 program tersebut. Belum lagi dengan 6-7 kali meeting dalam seharinya. Malam harinya saya juga kerap didaulat untuk menjadi MC pada acara-acara tertentu. Dan saya bersyukur masih dapat mengaturnya dengan baik, sehingga tidak ada satupun yang tertinggal, terutama perhatian saya kepada keluarga saya, bagi saya ini adalah prioritas.
0 comments:
Post a Comment